Yuk Belajar Docker Container!๐Ÿณ Chapter 3, 4, 5

Docker-Halo teman-teman developers! Hari ini kita akan lanjut lagi latihan kita menggunakan Docker. Bagi teman-teman yang belum mengetahui apa itu Docker, silakan cek artikel sebelumnya mengenai Docker ya!

Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai bagaimana cara membuat Docker image sendiri, bagaimana cara menjalankan aplikasi kita sebagai container, dan bagaimana cara menggunakan Docker Compose untuk menjalankan banyak aplikasi sekaligus.

Chapter 3 - Building Docker Images

Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, untuk menjalankan suatu container, kita membutuhkan image yang merupakan blueprint dari container yang akan kita jalankan. Image ini bisa berasal dari registry yang sudah ada seperti Docker Hub atau bisa kita buat sendiri sesuai dengan kebutuhan.

Untuk membangun suatu Docker image, kita membutuhkan suatu definisi atau menifest yang disebut sebagai Dockerfile. Dockerfile merupakan sebuah file teks yang berisi urutan perintah yang akan dieksekusi oleh Docker machine untuk menjelaskan suatu image atau sebuah blueprint untuk membangun image. Dockerfile disebut juga sebagai build context.

Contoh Dockerfile:

1
2
3
4
5
6
FROM alpine

RUN apk add --update gcc
RUN apk add --update redis

CMD ["redis-server"]

Selanjutnya, buka terminal dan jalankan perintah berikut.

1
docker build -t coba-redis:latest .

Tanda . berarti lokasi Dockerfile terdapat pada direktori yang sama dengan working directory terminal saat ini. Voila! Sekarang teman-teman sudah mempunyai image aplikasi Redis server yang siap berjalan di atas Docker!.

Perintah-Perintah pada Dockerfile

Nah teman-teman mungkin akan bingung dengan maksud dari Dockerfile di atas, yuk kita pelajari apa arti dari tiap-tiap perintah di atas!

  • FROM alpine, baris ini menyatakan base image atau image yang akan menjadi dasar untuk membuat image baru kita. Kenapa kita perlu base image? Karena sering kali kita tidak mau membuat container dari awal (from scratch), melainkan kita ingin menggunakan basis yang sudah ada seperti Alpine Linux untuk menjalankan aplikasi kita.
  • RUN apk add --update gcc, baris ini memerintahkan Docker untuk menjalankan perintah apk add --update gcc pada container. Bayangkan seperti kita menjalankan perintah ini pada terminal di komputer kita. Pada perintah ini kita akan menginstall gcc.
  • RUN apk add --update redis, menginstall redis.
  • CMD ["redis-server"], perintah ini menyatakan perintah apa yang akan dieksekusi oleh Docker saat pertama kali menjalankan container. Mirip seperti aplikasi apa yang akan dieksekusi saat startup. Catatan: terdapat dua jenis perintah pada Dockerfile untuk mengeksekusi perintah saat container melakukan startup, yaitu CMD dan ENTRYPOINT.

Proses Membangun Image

Nah kita sekarang sudah tau apa saja arti dari perintah-perintah di atas, tapi kita masih belum mengetahui sebenarnya seperti apa proses pembuatan image oleh Docker. Sederhananya bisa kita buat seperti ini:

  1. Docker akan mengeksekusi perintah-perintah pada Dockerfile
  2. Setiap perintah pada Dockerfile akan menjadi sebuah snapshot yang akan menyimpan kondisi file system setelah mengeksekusi perintah tersebut.
  3. Docker akan meyimpan semua snapshot tersebut sebagai layer yang nantinya akan digabung menjadi suatu container utuh.
  4. Docker akan menjakankan perintah sesuai pada ENTRYPOINT atau CMD.
  5. Aplikasi akan mulai dijalankan.

Secara umum, ketika kita ingin membuat sebuah image, kita akan mengikuti urutan berikut:

  1. Tentukan base image
  2. Install dependencies dan library yang dibutuhkan aplikasi
  3. Tentukan program atau perintah apa yang akan dijalankan saat container di mulai menggunakan perintah ENTRYPOINT atau CMD

Image Tagging

Oke, kita sudah tau dasar-dasar mengenai Dockerfile, sekarang saatnya kita mulai belajar mengenai tagging atau versioning image yang sudah kita buat. Versioning ini sangat penting untuk menjaga agar aplikasi yang kita buat dapat kita lacak perkembangannya dan tidak salah mendistribusikan versi aplikasi.

Setiap image sebaiknya memiliki tag sesuai dengan versinya, misalnya pada contoh di atas teman-teman sudah menggunakan tag latest. latest merupakan salah satu tag yang umum digunakan untuk menandakan versi terbaru dari aplikasi. Selain itu, teman-teman juga bisa menggunakan skema SemVer atau tag lain untuk menandakan versi image yang dibuat.

Contoh:

1
2
3
docker build -t coba-redis:latest .
docker build -t backend-saya:1.0 .
docker build -t web-react:2.3-beta .

Membuat Image yang Efisien

Ketika membuat suatu image, ukuran akhir image akan sesuai dengan ukuran base image ditambah dengan berbagai dependencies, libraries, dan file-file yang teman-teman masukan ke dalam image tersebut. Sering kali teman-temen membuat image menggunakan base image yang besar atau menginstall packages yang tidak diperlukan oleh aplikasi saat runtime yang menyebabkan ukuran image menjadi besar.

Ada beberapa tips untuk membuat image yang efisien dari segi ukuran image dan juga lama waktu build image tersebut, beberapa diantaranya yaitu:

  1. Gunakan base image yang ramping, misalnya Alpine Linux.
  2. Hanya install packages yang diperlukan untuk runtime, misalnya yang packages yang digunakan untuk melakukan unit testing tidak diperlukan untuk production sehingga bisa di hapus dari dependensi aplikasi.
  3. Menggunakan teknik multi-stage build, teknik ini bertujuan untuk memcah proses pembuatan image menjadi proses yang lebih panjang tapi memiliki unit perubahan yang lebih kecil, sehingga proses pembuatan image bisa lebih cepat dengan menggunakan caching dan mengurangi jumlah layer yang tidak digunakan pada image.

Chapter 4 - Using Docker in Real Applications

Nah kita sudah mengetahui bagaimana cara membuat sebuah image, tapi masih berupa image yang berasal dari package manager Linux. Bagaimana caranya kalau kita ingin membuat image dari aplikasi kita sendiri?

Pada contoh ini kita akan menggunakan NodeJS untuk mempraktikan bagaimana cara mambuat image yang berupa aplikasi backend sederhana yang akan memberikan output Hello World saat kita memanggil route default-nya. Kita akan menggunakan library express untuk membuat server.

Buka terminal, kemudian buat proyek NPM baru.

1
2
npm init --yes
npm install express

Selanjutnya buat file index.js kemudian isi dengan kode berikut.

 1
 2
 3
 4
 5
 6
 7
 8
 9
10
11
const express = require('express');

const app = express();

app.get('/', (req, res) => {
  res.send('Hello World.');
});

app.listen(9000, () => {
  console.log('Listening on port 9000');
});

Setelah itu, buat file Dockerfile seperti di bawah ini.

 1
 2
 3
 4
 5
 6
 7
 8
 9
10
11
FROM node:alpine

WORKDIR /usr/app

COPY ./package.json ./

RUN npm install

COPY ./ ./

CMD ["node", "index.js"]

Setelah itu buat file .dockerignore seperti di bawah ini.

1
node_modules

Setelah itu, jalankan perintah berikut.

1
2
docker build -t helloworld:latest .
docker run -p 9000:9000 -t helloworld:latest

Sekarang teman-teman bisa membuka browser kemudian membuka alamat http://localhost:9000 untuk melihat server yang kita buat menggunakan NodeJS dapat dibuka seperti aplikasi pada umumnya. Sebelum kita lanjut dengan pembahasan lebih dalam, yuk kita pahami dulu bagaimana aplikasi kita bisa dijalankan menggunakan Docker.

Proses ini diawali dengan membuat proyek NPM baru menggunakan perintah npm init, kemudian kita membuat sebuah server sederhana menggunakan express. Pada titik ini kita sudah bida menjalankan server kita menggunakan perintah npm start atau node index.js, tetapi kita akan lakukan tahap selanjutnya yaitu membuat Dockerfile untuk membuat image dari aplikasi yang akan kita jalankan.

Dockerfile yang kita buat berisi urutan perintah sebagai berikut:

  1. Gunakan base image NodeJS pada Linux Alpine.
  2. Ubah working directory menjadi /usr/app.
  3. Salin file package.json ke working directory.
  4. Jalankan perintah npm install untuk menginstall library yang dibutuhkan oleh aplikasi kita sesuai dengan package.json.
  5. Salin sisa file yang ada di dalam folder relatif terhadap working directory teman-teman menjalankan perintah docker build ke folder relatif terhadap working directory pada image (kecuali file/folder yang terdapat pada file .dockerignore).
  6. Jalankan perintah node index.js saat container dijalankan.

Teman-teman mungkin bertanya:

Q: Kenapa kita memisahkan proses menyalin file package.json dan source code aplikasi kita? Akan lebih cepat kalau jadi satu proses kan?

Betul perintahnya akan menjadi lebih sedikit, tapi ingat Docker akan menggunakan cache saat membuat image. Source code aplikasi yang kita buat akan lebih sering berubah daripada isi file package.json yang berisi definisi library dan versi aplikasi. Dengan memisahkan dua proses ini, kita bisa memanfaatkan cache pada Docker untuk mempercepat proses build image.

Q: Kenapa menggunakan perintah node index.js, kenapa tidak pakai npm start?

Hal ini disebabkan karena npm akan mencegah program yang kita buat dari menerima OS signal, misalnya SIGTERM dan SIGKILL. Artinya kita tidak akan bisa mengimplementasikan tenkik graceful shutdown atau bisa menyebabkan aplikasi kita menggantung hingga dipaksa berhenti oleh Docker. Kita akan pelajari mengenai graceful shutdown di artikel yang lain!

Wah tidak terasa teman-teman sekarang sudah bisa membuat image dari aplikasi sendiri menggunakan NodeJS. Proses ini sebagian besar sama apabila teman-teman ingin membuat image dari aplikasi teman-teman, pastikan base image, packages, dan aplikasi teman-teman support untuk menggunakan Docker ya!

Advanced Multi Stage Build

Nah selain cara-cara di atas, ada cara lain lho untuk membuat image yang lebih efisien lagi! Berikut adalah contoh menggunakan multi stage build yang lebih kompleks.

Docker file ini penulis gunakan di salah satu proyek Kodesiana yang sedang dalam tahap pengembangan๐Ÿ˜ yaitu KF-EdgeML.

 1
 2
 3
 4
 5
 6
 7
 8
 9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
# Base image for building
FROM node:14-alpine AS build

# Change working directory
WORKDIR /app

# Update NPM
RUN npm install -g npm@7.22.0

# Copy package manifest
COPY ["package.json", "package-lock.json*", "./"]

# Install all dependencies
RUN npm install

# Copy source code
COPY . .

# Build and pack app for production
RUN npm run build

# Remove devDependencies
RUN npm ci --production

# Base image for runtime
FROM node:14-slim AS runtime

# Setup default environment variables
ENV PORT=8000

# Change working directory
WORKDIR /app

# Copy built app and server script
COPY --from=build /app/bin ./bin
COPY --from=build /app/dist ./dist
COPY --from=build /app/node_modules ./node_modules

# Expose port
EXPOSE $PORT

# Bootstrap app
CMD ["node", "bin/serve.js"]

Wah ko panjang sekali ya Dockerfile ini? Yuk kita bahas satu persatu!

  • Kita menggunakan dua base image, yaitu node:14-alpine dan node-14:slim. Image Alpine akan kita gunakan untuk menginstall dan compile TypeScript menjadi JavaScript. Dua image ini dipakai karena versi Alpine memiliki lebih banyak package bawaan seperti npm yang dibutuhkan untuk menjalankan script untuk compile source code aplikasi TypeScript.
  • Mengupdate NPM ke versi 7.22.0, kita tentukan versi spesifik agar Docker bisa membuat layer ini menjadi cache sehingga tidak pelru mengupdate NPM terus menerus setiap kali build image.
  • Menyalin package.json dan package-lock.json kemudian menginstall semua library yang diperlukan. Di sini kita juga menyalin file package-lock.json agar versi library yang kita install sama persis dengan yang kita gunakan pada local machine.
  • Salin source code aplikasi dan melakukan build npm run build.
  • Menghapus development dependency seperti jest, babel, dan library lain yang tidak akan digunakan saat production. Hal ini penting untuk mengurangi file sampah yang tidak akan digunakan nantinya (npm ci --production).
  • Membuat image baru menggunakan base image node:14-slim yang akan digunakan sebagai image akhir untuk menjalankan aplikasi. Versi slim ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan alpine tetapi tidak memiliki package tambahan seperti Alpine.
  • Menyalin file-file dan node_modules yang sudah dibersihkan dari tahap build sebelumnya masuk ke tahap runtime. Sampai di sini kita sudah memiliki semua file dan library yang dibutuhkan oleh aplikasi kita.
  • Terakhir adalah menjalankan perintah node bin/serve.js untuk menjalankan server saat container dijalankan.

Trik di atas penulis gunakan untuk menghasilkan image yang benar-benar hanya berisi aplikasi dan tidak membawa library dan file-file yang tidak krusial untuk aplikasi. Dengan menggunakan tenkik di atas image yang penulis buat bisa berkurang dari 632,13 MB (Alpine) menjadi 174,1 MB! (Alpine + slim)

Tentu teman-teman harus mempertimbangkan terlebih dahulu apakah base image yang akan digunakan oleh teman-teman memang bisa digunakan untuk build dan runtime, karena tidak semua proyek bisa menggunakan teknik ini! Be smart!

Chapter 5 - Docker Compose

Well done temen-temen! Sekarang kita sudah ada di akhir pembahasan mengenai Docker di Chapter 5 - Docker Compose. Apa sih Docker Compose itu dan kenapa kita perlu Docker Compose?

Saat kita membuat sebuah aplikasi, biasanya kita butuh aplikasi pendukung lain agar aplikasi kita bisa berjalan, yaitu basis data. Pada contoh ini kita akan membuat aplikasi yang akan menghitung berapa kali kita membuka halaman aplikasi kita. Basis data yang akan kita gunakan adalah Redis, teman-teman bisa menggunakan basis data lain jika mau.

Buka kembali file index.js yang sebelumnya teman-teman buat, kemudian ganti dengan kode berikut. Jangan lupa untuk install package redis ya!

 1
 2
 3
 4
 5
 6
 7
 8
 9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
const express = require('express');
const redis = require('redis');

const app = express();
const client = redis.createClient({
  host: 'localhost',
  port: 6379,
});

client.set('counter', 0);

app.get('/', (req, res) => {
  client.get('counter', (err, counter) => {
    res.send('Counter: ' + counter);
    client.set('counter', parseInt(counter) + 1);
  });
});

app.get('/shutdown', (req, res) => {
  process.exit(0);
});

app.listen(4001, () => {
  console.log('Listening on port 4001');
});

Nah pada kode di atas kita mencoba untuk mengkoneksikan ke Redis pada localhost port 6379. Kita akan lihat skenario saat kita menjalankan dua container, satu untuk aplikasi kita dan satu lagi untuk Redis.

Jalankan kode berikut:

  • Terminal 1: docker run redis
  • Terminal 2: docker build -t helloredis:latest . dan docker run -t helloredis:latest

Setelah kedua container berjalan, buka http://localhost:4001. Pada tahap ini teman-teman akan mendapatkan pesan error pada konsol terminal 2 yang akan menampilkan pesan koneksi yang ditolak ke server Redis. Kenapa?

Saat menjalankan dua container berbeda, maka jaringan virtual Docker akan mengisolasi kedua container tersebut sehingga mereka tidak bisa saling berkomunikasi. Salah satu cara untuk membuka koneksi antara dua container melalui jaringan adalah dengan menggunakan Docker network yang bisa kita gunakan melalui Docker Compose.

Pada folder yang sama, buat file baru docker-compose.yml dan isikan dengan kode berikut.

 1
 2
 3
 4
 5
 6
 7
 8
 9
10
version: '3.2'
services:
  redis-server:
    image: redis

  web:
    build: .
    ports:
      - 4001:4001
    restart: always

Kemudian ubah kode pada file index.js sebagai berikut.

1
2
3
4
const client = redis.createClient({
  host: 'redis-server',
  port: 6379,
});

Setelah itu, jalankan perintah docker-compose up. Buka http://localhost:4001 dan sekarang teman-teman harusnya bisa melihat counter yang dimulai dari angka nol. Setiap kali teman-teman me-refresh halaman tersebut, counter akan terus naik.

Hmm, ko bisa?

File docker-compose.yml mendefinisikan services atau layanan atau container apa saja yang akan kita jalankan dalam satu grup. Pada contoh ini kita akan menjalankan service Redis dan aplikasi kita. Pada service Redis, kita cukup melampirkan nama image, sedangkan untuk aplikasi yang akan kita buat, kita tidak perlu menggunakan nama image, kita bisa menggunakan Dockerfile yang kita punya sebagai pengganti image.

Pada bagian host Redis, kita set menjadi redis-server. Nilai ini sama dengan nilai yang kita buat pada docker-compose.yml. Pada Docker Compose, untuk mengakses services lain pada satu network, kita bisa menggunakan nama service tersebut untuk menggantikan alamat IP dari service tersebut.

Nah, sampai di sini teman-teman sudah berhasil menggunakan Docker Compose untuk menjalankan aplikasi server dan basis data Redis. Tapi kode di atas belum dapat kita gunakan untuk production karena kita masih menggunakan host yang di hardcode, bagaimana jika kita ingin mengganti host yang berbeda pada kode kita?

Environment Variable

Salah satu cara untuk menggunakan data dinamis pada aplikasi menggunakan container adalah melalui environment variable. Teman-teman pasti sudah familiar dengan konsep ini jadi kita akan langsung lihat contoh penggunaan environment variable pada Docker Compose dan NodeJS.

docker-compose.yml

 1
 2
 3
 4
 5
 6
 7
 8
 9
10
11
12
13
version: '3.2'
services:
  redis-server:
    image: redis

  page-counter:
    build: .
    environment:
      - REDIS_HOST=redis-server
      - REDIS_PORT=6379
    ports:
      - 4001:4001
    restart: always

index.js

1
2
3
4
const client = redis.createClient({
  host: process.env.REDIS_HOST,
  port: process.env.REDIS_PORT,
});

Sekarang saat kita menjalankan Docker Compose, maka properti host dan port yang digunakan pada aplikasi kita akan sesuai dengan environment variable yang kita set pada docker-compose.yml, sehingga kita tidak perlu meng-hardcode host dan port ke dalam source code.

Restart Policy dan Graceful Shutdown

Restart policy mengatur apa yang harus dilakukan ketika container pada Docker Compose berhenti, sedangkan graceful shutdown merupakan teknik untuk “mematikan” aplikasi secara sewajarnya, artinya sebelum aplikasi berhenti, aplikasi perlu melakukan proses pembersihan seperti menutup koneksi ke basis data, menyimpan semua perubahan dari user, menghentikan server, dan lain-lain.

Terdapat empat pilihan restart policy pada Docker Compose, yaitu:

  • no, artinya container yang mengalami crash atau dimatikan manual (melalui docker stop) tidak akan secara otomatis dijalankan kembali.
  • always, artinya container yang mengalami crash atau dimatikan manual akan selalu dijalankan kembali.
  • on-failure, artinya container akan dijalankan kembali apabila exit code dari proses terakhir dalam container bukan nol yang menandakan suatu error. Jika container dimatikan secara manual, maka container tersebut tidak akan dijalankan kembali secara otomatis.
  • unless-stopped, artinya container akan dijalankan kembali apabila dimatikan secara manual, tetapi tidak akan dijalankan kembali apabila aplikasi memberikan exit kode bukan nol (tidak akan restart aplikasi meskipun crash karena error).

Referensi

  1. nodepractices. 2021. Bootstrap container using node command instead of npm. Diakses 19 September 2021.
Dibangun dengan Hugo
Tema Stack dirancang oleh Jimmy